Insya Allah Jum'at yang akan datang (23 Maret 2012 M/ 29 Rabiul Akhir 1433 H), Khatib: Tgk. H. Badruzzaman, SH., MH; Imam : Tgk. HUSAINI HASYIM >>>>>>>>> PANITIA PEMBANGUNAN SAAT INI SEDANG MEMPERSIAPKAN DANA UNTUK PEMBANGUNAN ATAP. OLEH KARENANYA SHADAQAH JARIYAH DARI ANDA SANGAT DIDAMBAKAN ! Shadaqah Jariyah melalui Bank dapat Anda transfer ke Rekening Panitia di Bank Aceh Syariah Lamnyong, Nomor : 612.01.20.011108-0 atas nama : PAN PEM MASJID BAITUL AHAD. Kami juga mempunyai Rekening di Bank Mandiri (KK Unsyiah Darussalam) dengan Norek: 105-00-0479738-1 an. SUBKI DJUNED/ZAINUDDIN (Bendahara dan Ketua Panitia). SEMOGA RIDHA ALLAH SELALU MENYERTAI USAHA MULIA INI. AMIN

Kamis, 14 Mei 2009

Metode dan Strategi Pembinaan Rohani

Kesulitan pertama bagi orang yang hendak membina rohani adalah mengidentifikasikan rohani itu sendiri, karena rohani bukan sesuatu yang material melainkan nonmaterial.

Kesulitan itu sama halnya dengan orang yang membangun seseorang menjadi dokter yang memerlukan waktu belasan tahun. Sementara untuk membangun rumah sakit dalam satu tahun orang dapat membangun belasan buah rumah sakit. Hal itu karena membangun seorang dokter adalah membangun sesuatu yang nonmateri, sementara membangun gedung-gedung rumah sakit adalah membangun materi.

Nabi Muhammad SAW yang diberi tugas oleh Allah untuk membina rohani manusia dan beliau dibekali wahyu dan mukjizat, beliau memerlukan waktu 23 tahun lebih 4 hari. Karenanya bagi orang yang tidak dibekali wahyu dan mukjizat tentulah masa pembinaan rohani itu tidak dapat dilakukan secara instant apalagi secepat membalikan telapak tangan.

  • Generasi Ideal

Sebagai umat Nabi Muhammad SAW untuk membina moralitas manusia, tampaknya tidak ada cara lain kecuali mencontoh metoda dan strategi Rasulullah SAW dalam membangun manusia pada saat itu. Hal itu, karena Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik kamu adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Yang dimaksud generasiku dalam Hadis tersebut adalah generasi sahabat, di mana mereka merupakan murid-murid yang dibina dan didididk langsung oleh Rasulullah SAW. Maka untuk mengetahui rahasia keberhasilan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat kita perlu mengetahui metoda dan strategi Nabi SAW dalam membina rohani dan moralitas mereka. Apabila kita menelusuri hal itu, maka kita akan mengetahui metoda itu sebagai berikut :

  • Generasi (al-Tadarruj)

Metode Graduasi atau penahapan ini sebenarnya merupakan metode Al Qur’an dalam membina masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan tradisi jahiliyah maupun yang lain. Demikian pula dalam menanamkan akidah, Al Qur’an juga memakai metode graduasi ini. Al Qur’an diturunkan kepada Nabi SAW secara bertahap (berangsur-angsur) begitu pula Nabi SAW dalam menyampaikan hal itu kepada para sahabat. Karenanya sangatlah wajar apabila salah satu metode pendidikan Nabi SAW adalah graduasi.

Namun tampaknya, metode graduasi dalam pendidikan Nabi SAW itu bukan semata-mata karena Al Qur’an diturunkan secara graduasi melainkan juga merupakan kebijaksanaan Nabi SAW sendiri dalam pendidikan sebab banyak contoh yang menunjukkan Nabi SAW tetap memakai metode itu meskipun hal itu terjadi pada saat-saat akhir dari kehidupan beliau di mana Al Qur’an sudah hampir tuntas diturunkan.

Misalnya, ketika beliau mengutus Sahabat Mu’adz bin Jabal untuk berdakwah di Yaman pada tahun 10 H menjelang Haji Wida’ di mana sekitar empat bulan lagi beliau wafat. Mu’adz tidak ditugaskan untuk mengajarkan agama Islam secara sekaligus, melainkan secara bertahap padahal ajaran Islam pada saat itu hampir lengkap karena masa turunnya Al Qur’an hampir selesai.

Kepada Mu’adz Nabi SAW berpesan, “Kamu akan mendatangi orang-orang ahli kitab (Nashrani). Apabila kamu sudah sampai di sana maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka sudah patuh kepadamu dalam hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk mengerjakan shalat lima kali dalam sehari semalam. Apabila mereka sudah patuh kepadamu dalam mengerjakan shalat, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk mengeluarkan zakat yang dipungut dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir dikalangan mereka juga. Dan apabila mereka sudah patuh kepadamu dalam membayar zakat, maka hindarilah olehmu harta-harta yang bagus milik mereka, dan takutlah kepada do’a orang yang didzalimi karena antara dia dengan Allah tidak ada penghalang sama sekali”.

  • Levelisasi (Mura’at al-Mustawayat)

Penyampaian materi-materi da’wah atau pelajaran yang disampaikan Nabi SAW sering berbeda antara satu orang dengan orang lain. Hal ini karena beliau sangat memperhatikan level-level atau peringkat-peringkat kecerdasan orang-orang tersebut agar materi-materi yang diajarkan tidak sia-sia. Kepada orang-orang Badui, Nabi SAW berbicara sesuai dengan tingkatan kecerdasan mereka. Begitu pula kepada orang-orang perkotaan. Orang-orang pandai, dan orang-orang yang memiliki nalar yang tinggi, Nabi SAW berbicara sesuai dengan tingkat kecerdasan dan budaya mereka.

Dalam kaitan ini ada sebuah Hadis yang menyebutkan, “Kami (para nabi) diperintahkan untuk berbicara kepada manusia menurut kemampuan akal mereka”. Para sahabat, misalnya Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Anda tidak akan menyampaikan sebuah Hadis kepada orang-orang di mana akal-akal mereka belum dapat memahami Hadis itu, kecuali hal itu akan menjadi fitnah bagi mereka”. Begitu pula Siti Aisyah mengatakan “Kami diperintahkan Rasulullah untuk menempatkan orang-orang sesuai dengan tingkatan-tingkatannya”

Terkadang Nabi SAW berbicara tidak hanya memperhatikan tingkat kecerdasan seseorang melainkan juga mempertimbangkan emosionalnya. Misalnya ketika ada seorang pemuda yang datang menghadap Nabi SAW yang ketika itu beliau sedang dikelilingi para Sahabat, pemuda itu minta diizinkan untuk berzina. Tentu saja, karena dianggap tidak menghormati Nabi SAW pemuda itu hendak diusir oleh para Sahabat. Namun Nabi SAW justru memanggilnya agar mendekat. Kemudian beliau bertanya, “Sukakah kamu andaikan ibu kandungmu dizinai orang ?” “Tidak, demi Allah, saya tidak suka” jawabnya, “Semua orang juga tidak akan rela bila ibu kandung mereka dizinai orang”, tambahnya. Dan begitulah, Nabi SAW terus menanyakan kepada pemuda itu, tentang sikap dan perasaannya apabila adik wanita atau bibinya dizinai orang. Dan ia selalu menjawab seperti jawaban yang pertama. Kemudian Nabi SAW mendo’akan pemuda itu agar diampuni dosanya dan disucikan hatinya, serta dijaga kemaluannya. Akhirnya pemuda tadi tidak pernah berpikir untuk melakukan zina sama sekali.

Demikianlah metode Nabi SAW dalam membina rohani para Sahabat. Beliau sangat memperhatikan tingkat-tingkat kecerdasan dan budaya mereka, bahkan emosionalnya, sehingga apa yang beliau sampaikan tidak hilang sia-sia.

  • Variasi (al-Tanwi’wa al-Taghyir)

Untuk menghindari kejenuhan, Nabi SAW membuat variasi waktu dalam memberikan pelajaran kepada para Sahabat, Abdullah bin Mas’ud salah seorang Sahabat senior menuturkan bahwa beliau pernah ditunggu-tunggu orang banyak yang ingin belajar dari beliau. Namun beliau tidak mau ke luar dari kamarnya. Akhirnya beliau ke luar, dan berkata , “Saya tidak mau ke luar itu tidak lain hanya karena saya khawatir nanti kalian jenuh, sebab Rasulullah SAW memberikan pelajaran kepada kami pada hari-hari tertentu dengan bervariasi agar kami tidak jenuh.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ass1 emang master ok banget. titip salam buat bung DJ

 
Redesign by : Sbafcom Corporatian