Insya Allah Jum'at yang akan datang (23 Maret 2012 M/ 29 Rabiul Akhir 1433 H), Khatib: Tgk. H. Badruzzaman, SH., MH; Imam : Tgk. HUSAINI HASYIM >>>>>>>>> PANITIA PEMBANGUNAN SAAT INI SEDANG MEMPERSIAPKAN DANA UNTUK PEMBANGUNAN ATAP. OLEH KARENANYA SHADAQAH JARIYAH DARI ANDA SANGAT DIDAMBAKAN ! Shadaqah Jariyah melalui Bank dapat Anda transfer ke Rekening Panitia di Bank Aceh Syariah Lamnyong, Nomor : 612.01.20.011108-0 atas nama : PAN PEM MASJID BAITUL AHAD. Kami juga mempunyai Rekening di Bank Mandiri (KK Unsyiah Darussalam) dengan Norek: 105-00-0479738-1 an. SUBKI DJUNED/ZAINUDDIN (Bendahara dan Ketua Panitia). SEMOGA RIDHA ALLAH SELALU MENYERTAI USAHA MULIA INI. AMIN

Kamis, 14 Mei 2009

Umat Islam Indonesia Perlu Kritik Internal

Belum Mendalamnya Cakupan Dakwah Yang Ada

Hingga pekan ini, isu ajaran sesat Al-Qiyadah Al-Islamiyah masih hangat dibicarakan di sejumlah media massa tanah air.
Kali ini situs Republika Online memaparkan peringatan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsudin terkait kian merebaknya fenomena aliran sesat di Tanah Air. Ia mengingatkan agar umat Islam Indonesia jangan menyalahkan pihak lain terkait banyaknya aliran sesat. Sebab, munculnya aliran sesat ini dimungkinkan karena belum mendalamnya cakupan dakwah yang selama ini telah dilakukan.

Ia mengaku mendapat pertanyaan dari beberapa orang terkait kemungkinan operasi intelejen asing di Indonesia, sehingga mengakibatkan munculnya banyak aliran sesat. Namun Din mengatakan tidak mengetahui apakah aliran sesat terkait operasi intelejen asing atau tidak.

Mengapa demikian? Din berpendapat, munculnya aliran sesat karena kemungkinan dakwah selama ini belum menjangkau skala lebih luas dan mendalam. Meski begitu, tegas Din, pimpinan aliran sesat tetap harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Sedangkan para pengikutnya diajak kembali kepada ajaran agama yang benar. Ia menyatakan tidak setuju tindakan anarkis terhadap para pengikut ajaran sesat.

Ketua Umum Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia, Hamka Haq, mengatakan, pemerintah cenderung menggunakan upaya hukum untuk menangani kasus munculnya aliran kepercayaan baru yang dinyatakan sesat, daripada membina atau merangkul para pengikutnya agar kembali ke jalan yang benar. Ia mengatakan, Majelis Ulama Indonesia memiliki wewenang untuk menyatakan aliran sesat. Namun diharapkan majelis tersebut juga mengeluarkan fatwa untuk melarang adanya tindakan kekerasan terhadap para penganutnya.

Sebelumnya, Pemimpin Al-Qiayadah Ahmad Moshaddeq, menyatakan dirinya bertaubat dan akan kembali menjalankan ajaran agama Islam. Selain itu ia juga berjanji tidak akan lagi menyebarkan ajaran yang pernah disampaikan kepada pengikutnya. ''Saya menarik seluruh pernyataan saya tentang Nabi dan Rasul,'' katanya. Moshaddeq juga menyatakan keimanannya akan Islam dan taat pada rukun Iman. Ia juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir dan hal itu sudah menjadi keyakinan para ulama dan umat Islam.

Namun pengakuan tobat Mushaddeq tersebut banyak dicurigai oleh pelbagai pihak. Situs Liputan 6 Online dalam rubrik Catatan Produsernya mencoba mengkritisi aksi tobat massal para pengikut Al-Qiyadah. Liputan 6 bahkan menyandingkan fenomena tobat massal ini dengan kasus inkuisisi di Eropa pada Abad Pertengahan.

Dalam catatannya, Liputan 6 menuturkan, "Kita tak sedang membela Mushaddeq atau Al Qiyadah. Tapi kita patut cemas, atas munculnya kekerasan atas nama agama, entah yang bersifat telanjang atau subtil. Belum hilang dari ingatan, saat ratusan pengikut Jamaah Ahmadiyah di beberapa daerah mengaku bertobat". Liputan 6 menambahkan, "Praktik seperti ini mengingatkan kita pada inkuisisi di Eropa abad pertengahan.

Caranya kurang lebih sama, ada institusi (saat itu gereja Katolik) yang punya otoritas moral menentukan siapa benar dan siapa sesat. Ada pula kelompok milisi sipil yang di lapangan bergerak mengintimidasi. Saat itu, heretic atau pembangkangan terhadap doktrin gereja mainstream, dianggap sebagai kejahatan melawan negara, dan pelakunya dihukum lewat pengadilan sipil".

Sayangnya, kritikan catatan Produser Liputan 6 kali ini lagi-lagi terjebak oleh slogan kebebasan beragama. Memang benar, kekerasan atas nama agama memang harus ditolak. Namun, kita harus bisa membedakan antara batas-batas kebebasan beragama dengan penyimpangan ajaran agama.

Terkait dengan kasus aliran sesat Al-Qiyadah, agama Islam memiliki sejumlah prinsip mendasar atau ushuluddin yang tak bisa ditolak dan diinterpretasi secara bebas oleh pemeluknya yang mengaku muslim. Prinsip inilah yang membedakan Islam dengan agama lainnya. Sekaligus tolak ukur paling jelas untuk menguji sejauhmana sebuah sekte keagamaan dianggap sebagai aliaran Islam yang diakui kebenarannya.

Tentu saja, bila prinsip-prinsip mendasar tersebut diingkari, maka sang pengingkar tak layak untuk mengaku dirinya sebagai muslim. Kalaupun masih bersikeras mengaku sebagai penganut ajaran Islam, maka laku ingkar tersebut layak digolongkan sebagai aksi penyimpangan.

Tidak ada komentar:

 
Redesign by : Sbafcom Corporatian